Selasa, 18 Oktober 2022

DUNIA AKAN BERUBAH DITANGANMU APABILA DIRIMU MEMANG MAU BERUBAH

 

 


Umumnya di antara kita gampang takjub terhadap kehebatan orang. Tetapi seringkali gagal atau mungkin malas mendesain diri agar bisa menjadi orang sukses. Tidak sulit kita menemukan anak-anak hari ini yang bermental kerdil, berwawasan sempit, dan bersemangat rendah.

Sekali mencoba dan ternyata gagal biasanya orang langsung mundur dan menyudahi usahanya. Padahal sukses, prestasi, ilmu, itu tidak bisa diperoleh hanya dengan satu langkah belaka. Sukses, prestasi, dan ilmu itu tidak bisa dicapai kecuali dengan kesungguhan upaya dan doa.

Pepatah mengatakan, “A journey of a thousand miles begins with a single step” (Sebuah perjalanan ribuan mil dimulai dengan satu langkah, red)

Suatu hari, di sebuah forum anak-anak muda, seorang tokoh yang usianya telah senja memberi motivasi, “Kalian masih muda jadi masih banyak kesempatan luas,  untuk bisa menjadi leader dalam membangun peradaban Islam. Saya sudah cukup tua, jadi tidak punya energi sebesar energi anak muda. Sedari sekarang desainlah dirimu untuk menjadi bagian terpenting dari perjuangan Islam untuk menuju tegaknya peradaban Islam,” ujarnya.

Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup di era Soeharto dalam sebuah acara di Fakultas Ekonomi UI  mengatakn, “Saya termasuk orang yang kurang setuju dengan pola perjuangan mahasiswa belakangan ini yang masih meniru gaya lama. Mahasiswa turun demo itu sudah ada sejak tahun 1960-an. Jadi jika ada mahasiswa masih hobi demo maka itu kemunduran,” paparnya.

Emil pun menghadirkan contoh bagaimana seharusnya mahasiswa berjuang. “Lihat Soekarno, ketika usia 23 tahun dia seorang mahasiswa. Dia fokus dan tekun sekali dalam belajar dan berorganisasi. Tiba saatnya pada usia 40 tahun dia bisa menjadi presiden RI. Anak muda secara umum memang belum saatnya memimpin saat ini, tetapi berlatihlah menjadi pemimpin sejak dini.”

Hebatnya Islam

Islam adalah agama yang mengajarkan setiap jiwa untuk melakukan perubahan diri sebelum melakukan perubahan pada yang lain, baik itu keluarga apalagi masyarakat.
Setelah rampung merubah diri sendiri maka insya Allah akan bisa menjaga keluarga sendiri. Dan, Allah telah memperingatkan dengan tegas bahwa setiap Muslim wajib menjaga diri dan keluarganya dari ancaman atau bahaya api neraka.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…”(QS. At Tahriim [66]: 6).

Jadi Islam sangat identik dengan perubahan diri dan keluarga. Itulah mengapa pemikir Syed Muhammad Naquib Al-Attas pernah menjabarkan bahwa konsep terbaik dalam upaya membangun peradaban adalah dengan membangun individu-individu yang baik (sholeh). Bukan dengan membangun komunitas. Sebab komunitas itu adalah kumpulan individu. Manakala mayoritas individunya baik maka baiklah komunitas itu.

Teori perubahan diri inilah yang digunakan para pemimpin Islam sejak awal. Umar berhasil memimpin peradaban Islam dengan sangat baik karena ketatnya beliau dalam menjaga diri dari penyimpangan iman. Pengawasan Umar terhadap diri dan keluarga pun sangat luar biasa ketatnya. Umar yakin betul bahwa jika dirinya gagal merubah diri maka yang dipimpinnya pun tidak akan pernah mau dan bisa berubah.

Demikian pula halnya dengan para ulama. Imam Ghazali misalnya, ketika melihat situasi sosial masyarakat sudah tidak lagi memperhatikan dan mengutamakan tegaknya agama dalam keseharian. Beliau langsung melakukan perenungan untuk menciptakan satu perubahan diri.

Akhirnya dari proses panjang melakukan perubahan diri lahirlah kitab Ihya ‘Ulumuddin. Kitab fenomenal yang menginspirasi umat Islam hingga dewasa ini. Ihya ‘Ulumuddin dipandang sebagai bentuk kontribusi Imam Ghazali yang terbesar bagi kemenangan umat Islam dalam menghadapi tentara Salib yang digeneratori oleh Shalahuddin Al-Ayyubi.

Jadi sebenarnya sederhana. Ketika kita ingin merubah situasi bangsa dan negara ke depan maka mulailah perubahan itu pada diri sendiri. Orang bijak berkata, “Everyone thinks of changing the world, but no one thinks of changing himself.”

Merubah diri itulah yang menjadi kunci utama perubahan dunia. Muhammad Sulthan Al-Fatih mampu menaklukkan Konstantinopel, sebuah kota yang tak terkalahkan lebih dari 7 abad lamanya oleh ratusan atau bahkan mungkin ribuan serangan.

Apa rahasia Sultan Muhammad Al-Fatih mampu menaklukkan Benteng Konstantinopel yang pernah disampaikan oleh Rasulullah sebagai kota yang akan ditaklukkan itu? Tiada lain adalah perubahan diri. Al-Fatih selama lebih dari 17 tahun benar-benar mendesain diri untuk menjadi pemimpin unggul. Bahkan sejak usia baligh pejuang yang dijuluki Pedang Malam itu tidak pernah meninggalkan shalat tahajjud (qiyamul lail) dalam semalam pun. Apalagi shalat jama’ah, sholat rawatib saja beliau tidak pernah ketinggalan.

Pantas jika kemudian Allah memberikan satu teguran keras kepada umat Islam bahwa tidak akan ada kemenangan sebelum ada kesiapan dari umat Islam. Allah tidak akan pernah merubah nasib suatu kaum, hingga kaum itu sendiri mau sungguh-sungguh melakukan perubahan.

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS. 13 : 11).

Maka rencanakanlah perubahan dalam hidup kita untuk benar-benar menjadi Muslim yang baik sedini mungkin. Jika tidak maka kita benar-benar akan berada dalam kerugian yang besar.

Rasulullah mengingatkan kita bahwa siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin maka beruntunglah dia. Siapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin maka merugilah dia. Dan, siapa yang esok lebih buruk dari hari ini maka celakalah dia.

Sebuah pesan perubahan diri yang sangat gamblang. Jadi tidak berlebihan jika kemudian ada ungkapan, ‘Ubahlah dirimu niscaya dunia akan berubah di tanganmu’. Kapan, sejauh memang kita ada kesungguhan (jihad) untuk mendapatkan energi besar, taufik dan hidayah kepada Allah.

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ankabut [29]: 69).

Semoga kita termasuk bagian orang-orang yang berubah dalam kondisi lebih baik agar Allah Subhanahu Wata’ala bisa menurunkan taufiq nya kepada kita. Sebab jika kita ingin mengubah dunia, satu hal yang harus dilakukan adalah perubahan yang ada pada diri kita lebih dulu.

 

Perpisahan Jalan Terbaik agar Tak Saling Menyakiti Lagi

 


Dalam sebuah hubungan, ada kalanya perpisahan terjadi. Sebuah perpisahan yang terjadi pun tak selalu karena sudah tak ada cinta, melainkan agar tidak makin saling menyakiti satu sama lain. Perpisahan bisa menjadi pilihan terbaik agar tidak makin saling menyakiti lebih dalam lagi.

Tak ada manusia yang sempurna, tak ada hubungan yang benar-benar sempurna juga. Ada pasangan yang tak bisa terus bersama karena ada hal-hal yang terjadi di luar kendali mereka. Perpisahan kadang diambil karena tak ingin saling menyakiti lagi. Tentu saja tak mudah, tapi perpisahan kadang perlu dipilih agar bisa sama-sama membuka jalan yang lebih baik lagi ke depannya.

Perpisahan Bisa Menjadi Awal untuk Kebahagiaan Baru

“The reason it hurts so much to separate is because our souls are connected. Maybe they always have been and will be. Maybe we've lived a thousand lives before this one and in each of them we've found each other. And maybe each time, we've been forced apart for the same reasons. That means that this goodbye is both a goodbye for the past ten thousand years and a prelude to what will come.”― Nicholas Sparks, The Notebook

Jika terus bersama hanya menambah luka, maka perpisahan menjadi jalan keluar terbaik yang perlu diambil bersama. Daripada terus saling menyakiti dalam hubungan, ada baiknya untuk berpisah dan mengambil jalan masing-masing. Sebuah perpisahan bisa jadi awal untuk sebentuk kebahagiaan baru. Mungkin dengan memilih jalan berbeda, ada kebaikan dan kebahagiaan baru yang dapat diperoleh.

 Perpisahan Memang Menyakitkan, tapi Itu Lebih Baik daripada Saling Melukai

“The story of life is quicker than the wink of an eye, the story of love is hello and goodbye... until we meet again”― Jimi Hendrix

Kita semakin menyadari bahwa kendali kita terbatas dalam hidup ini. Termasuk kendali kita dalam menjalani sebuah hubungan. Tentu saja kita berharap setiap hubungan bisa terus harmonis dan langgeng, bahkan kalau bisa selamanya sampai maut memisahkan. Namun, kenyataannya tidak semua hubungan bisa dipertahankan. Ada hubungan yang pada akhirnya perlu disudahi supaya tidak saling melukai semakin dalam lagi. Daripada terus melukai dan menyakiti, perpisahan bisa diambil agar bisa saling membebaskan.

Berpisah Tak Selalu Berarti Saling Benci atau Mendendam

“Every meeting led to a parting, and so it would, as long as life was mortal. In every meeting there was some of the sorrow of parting, but in everything parting there was some of the joy of meeting as well.”― Cassandra Clare, Clockwork Princess

Hubungan yang diawali dengan cara baik-baik, ketika harus berpisah maka perlu dilakukan dengan baik-baik juga. Ada kenangan dan memori bersama yang terbentuk, biarlah itu jadi bagian dari hidup. Tak perlu saling benci, apalagi mendendam. Saling mendoakan saja dalam kebaikan.

Bagi yang harus berpisah, semoga ada kebahagian dan kebaikan baru yang bisa didapat. Tidaklah mudah ketika mengambil keputusan untuk berpisah, tapi jika pilihan itu harus diambil maka lakukan demi kebaikan bersama. 

 #salam dari RAKESH